Repotnya Jadi Orangtua

Sampai saat ini perjalanan paling merepotkan bagi saya adalah ketika harus bepergian ke luar negeri dengan membawa 3 orang anak (6,4 dan 2 tahun) dan seorang Ibu hamil disertai 3 buah koper super berat 30 inchi, dua tas gemblok yang full isinya, satu koper sedang dan perlengkapan lainnya. Memang 3 koper super size itu masuk bagasi, tapi tidak 2 tas dan koper sedangnya 🙂 Bukan cuma transit yang merepotkan, tapi juga pemeriksaan imigrasi, beberapa kali pindah shinkansen dan kereta local yang memusingkan. Perjalanan sekitar 16 jam Jakarta – KL – Osaka – Hiroshima City –Saijo harus melewati 3 pemeriksaan imigrasi, 2 kali ganti pesawat, 2 kereta bandara, 2 shinkansen, 2 kereta local dan akhirnya taksi. Bisa diterka kalau rombongan itu kena final call beberapa kali bahkan ketinggalan reserve shinkansen karena kesulitan memasukkan 5 karcis ke pemeriksaan otomatis. Belum lagi pada saat mendarat, harus menghadapi suhu di bawah 5 derajat yang berarti perlu baju tebal dan berlapis-lapis yang tidak bisa dipakai langsung dari Jakarta.

Rempong dah pokoknya, makanya tidak heran (walaupun saya kaget juga mendengarnya) ketika seorang teman dari negara berbeda mengatakan kalo dia tidak ingin punya anak karena tidak mau repot. Dia lebih suka punya tanaman dan selusin kura-kura yang dipeliharanya di apatonya. Mungkin ia melihat hidup ini dalam pandangan ilmu ekonomi, punya anak berarti mengurangi kualitas hidup yang seharusnya bisa dinikmati.

Dalam kerepotan di atas, saya jadi membayangkan riwehnya punya anak 8 seperti orangtua saya. Bukan cuma repot, mungkin juga malu. Saya ingat Ibu saya pernah bercerita, suatu hari karena tidak bisa menitipkan anak2nya, Ibu harus mengajak 3 orang anaknya ke sebuah arisan. Dalam perjalanan, beliau jadi ragu-ragu karena takut disangka ikut arisan bawa anak segerombolan berarti mau numpang makan, hehehe. Saya yang waktu itu paling besar mengatakan kepada beliau `Ibu malu ya ngajak kita? Nanti kalo kita sudah pada berhasil, kan Ibu bangga juga … Ibu saya langsung terkejut dan tersenyum gembira, karena saya waktu itu masih TK, kok bisa anak kecil bicara begitu. Saya sendiri tidak ingat cerita ini sampai beliau ceritakan, yang jelas sejak saat itu beliau tidak pernah merasa keberatan punya banyak keturunan.

Yang jelas menjadi orangtua itu sangatlah repot sehari-hari dan besar tanggungjawabnya, dan tantangan terbesar kita sebagai orangtua adalah jika kita bisa mendidik keturunan kita sehingga tercapai sesuai surat At Thur Ayat 21:
`Dan orang-orang yang beriman beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga) dan Kami tidak mengurangi sedikitpun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.

Ya, prestasi terbesar kita adalah jika kita mampu memastikan keturunan kita agar masuk surga sehingga bisa reunian di surga. Pekerjaan yang subhanallah, luar biasa berat. Gimana caranya? Seorang ustad mengatakan, salah satunya adalah mengamalkan hadis Nabi Muhammad SAW : “Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: ’Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, maka engkau akan mendapati-Nya dihadapanmu. …. HR Tarmidzi

Jagalah Allah disini salah satunya menjaga kehalalan harta kita. Hmm, ekstra hati-hati untuk kondisi Indonesia ya sebagai negara terkuat se Asia Pasifik untuk korupsi (PERC: 2011). Dan juga bergabung dengan organisasi Islam yang berdakwah menyeru pada kebaikan, sehingga bisa sinergi dengan banyak orang untuk menegakkan kalimatullah di muka bumi. Insya Allah, kita akan senantiasa dijaga Allah seperti keturunan anak soleh pada kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir pada surat al Kahfi : 77 dan 82.
77. Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu

82. Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shaleh maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu;
Jadi, walaupun sudah wafat, Allah senatiasa menjaga keturunan orang soleh itu, karena waktu hidupnya orang soleh tersebut menjaga Allah. Semoga Allah memudahkan langkah kita untuk berkumpul bersama keturunan kita dalam jannah-Nya . Aamiin YRA.
—————————————————————–
Buat Nenek Muna yang sedang kurang sehat, semoga Allah menyembuh Nenek dan menghitung sakit sebagai pengurang dosa-dosa nenek …,
Buat Om Uji dan Tante Fika, semoga pernikahannya lancar ya, barakallahulaka wabaroka `alaika wajama`a bainakuma fii khoir

Salam sayang dari Utara,

Ayah, Bunda, Zaki, Hilwa dan Umar…

note:tulisan ini terinspirasi dari diskusi dengan Dr Agus Setiawan MA saat pengajian keluarga di Hiroshima

Leave a comment